Senin, 27 Februari 2012

Berburu Ilmu, Kekayaan Sempat Disita



Perempuan ini masih berusia 22 tahun. Namun, dia mempunyai keberanian dan pemikiran yang mantap untuk menjadi pengusaha. Walau sudah diterima bekerja di sebuah grup perusahaan minyak di Riau, dia memilih mengundurkan diri dan terjun ke dunia usaha. Seperti apa ia merintisnya?


Wanita yang lebih akrab dipanggil Yaya ini adalah salah satu peserta Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) di Universitas Andalas. Kepada Padang Ekspres, dia bercerita panjang lebar mengenai minatnya menjadi pengusaha hingga pemikirannya ke depan.


Katanya, café yang diberi nama OnD Serroo ini berasal dari kata Ondeh Sero, yang artinya dalam bahasa Indonesia Wah Mantap. Nama itu dipilih agar ada nuansa Minang, namun modern. Selain itu, juga terselip harapan, setiap orang yang menikmati makanan di cafe yang dikelolanya itu betul-betul menikmati, ketagihan dan merasakan bahwa menu yang disediakan sesuai selera. Hal itu juga tergambar dari menu yang disediakan di OnD Serro Cafe.


Kata alumni Jurusan Ilmu Ekonomi Internasional Unand ini, sejak semester empat kuliah, dia sudah berniat menjadi pengusaha. Dia menilai menjadi pengusaha adalah pekerjaan yang mulia dan membanggakan.

“Jadi pengusaha itu, kita tidak diatur oleh orang. Kita bisa mengatur waktu kita sendiri dan melakukan inovasi sesuai dengan apa yang terlintas di pikiran kita. Selain itu, kita bisa membuka lapangan pekerjaan untuk mengurangi pengangguran,” ujar wanita berjilbab ini.


Perempuan asal Batusangkar, kelahiran Pekanbaru ini mengatakan, untuk mencapai impiannya, dia mengikuti berbagai pelatihan kewirausahaan yang diselenggarakan Unand.


“Saya sangat bangga dan merasa beruntung bisa kuliah di Unand. Karena pemateri yang didatangkan banyak memberikan motivasi yang menstimulasi dan merangsang kita untuk jadi pengusaha. Kadang, melihat keberhasilan orang, mendengar langsung dari orangnya akan membuat itu jadi lebih berarti dari pada demoberaktifitas lain yang tak jelas manfaatnya,” ujar cewek yang suka jalan-jalan ini.


Cewek berjilbab ini kemudian melihat peluang itu ada di Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang diadakan Kementerian Pendidikan Nasional melibatkan beberapa perguruan tinggi negeri, yang salah satunya adalah Unand.


Dia pun memasukkan bussines plan (perencanaan bisnis, red), pelatihan, magang, hingga akhirnya terpilih sebagai mahasiswa yang mendapatkan dana bantuan untuk membuka usaha sebesar Rp24 juta bersama tiga rekannya.


Modal Rp24 juta ternyata belum cukup untuk usaha yang akan dirintis yakni cafe. Untuk mengontrak satu ruko di kawasan Pasar Baru Unand harganya sudah mencapai Rp25 juta. Sedangkan, untuk biaya perlengkapan seperti meja, kursi, resep, dan lainnya menghabiskan biaya Rp12 juta.


Mereka pun harus memutar otak. Berbekal ilmu yang didapatnya dari berbagai pelatihan dan kuliah umum kewirausahaan, diputuskan untuk mencari partner. “Kami cari orang yang mempunyai tempat, kami presentasikan konsep kami, lalu tawarkan bentuk kerjasamanya,” papar gadis yang juga mantan aktivis BEM dan HMI ini.


Pertama kali buka usaha dengan dana PMW, mereka membuka OnD Serroo Cafe di Jalan Ratulangi. Namun, dua bulan berjalan, ada hal yang membuat mereka terpaksa memutuskan untuk mencari tempat lain. “Di sana perkembangannya cukup bagus, namun ada hal lain yang membuat kami harus mencari tempat baru,” bebernya.


Tempat selanjutnya, adalah daerah Lubukbegalung, tidak jauh dari kampus Universitas Putra Indonesia (UPI) YPTK Padang. Di tempat baru itu, usaha mereka berkembang dengan pesat karena strategis. Lagi-lagi, mereka mengalami kendala.


“Di sana sering banjir dan tempat usaha terkena imbas. Kami memutuskan untuk pindah lagi,” jelasnya.
Waktu terus berjalan, Yaya dan teman-temannya sesama penerima PMW pun diwisuda dan memperoleh gelar sarjana. Dua temannya memutuskan untuk bekerja. Praktis, tinggal Yaya bersama satu orang teman lainnya.


Yaya akhirnya memutuskan untuk menyewa satu ruko di Pasar Baru (Jalan M Hatta, depan halte bus kampus).
Keuntungan selama di Lubeg, ternyata belum cukup untuk membayar kontrak di kawasan padat mahasiswa itu. Dia pun mengambil langkah berani, yaitu menjual sepeda motor yang selama ini dipakainya untuk menambah modal penyewa ruko.


Setelah usahanya mulai berjalan, ternyata orangtua Yaya memintanya untuk bekerja. Yaya menceritakan, bahwa orangtuanya masih merasa apabila seseorang itu sarjana, maka lebih cocok bekerja di kantoran. Untuk memenuhi keinginan orang tua dia pun melamar di salah satu grup perusahaan minyak terbesar di Riau.


Berbekal pengalamannya di organisasi, dia diterima dengan jabatan manajer keuangan. Dua bulan bekerja, Yaya merasakan bahwa menjadi pengusaha jauh lebih nikmat dari pada menjadi anak buah orang, walau dengan gaji dan posisi yang cukup menjanjikan.


“Saya merasa jauh lebih nikmat menjadi pengusaha, karena bisa mengatur waktu sendiri dan jika dimulai dari sekarang, insya Allah beberapa tahun ke depan kita sudah bisa menuai hasilnya,” terang wanita kelahiran 23 Oktober 1990 ini.


Akhirnya dia pulang ke Padang dan membenahi usahanya yang hampir terbengkalai. Untuk menambah wawasannya, dia mengikuti berbagai pelatihan enterpreneurship. Tidak hanya di Padang, namun pelatihan diikutinya hingga ke pulau Jawa. Ilmu dan relasi pun bertambah.


Suatu kali, dia mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh salah satu yayasan Salemba Empat yang menghadirkan pengusaha yang terkenal dengan The Power of Kepepet. Pelatihan dilaksanakan di Cipanas, Jawa Barat.


Setelah mendapatkan teori, esok harinya peserta dibawa ke daerah Ciranjang, yang jaraknya sangat jauh dari daerah pelatihan. Ketika itu, handphone mereka diambil, lalu semua benda yang bisa dijual juga diambil panitia.


Ketika itu, panitia menginstruksikan untuk bisa pulang sendiri, makan siang cari sendiri, dan harus membawa pulang masing-masing kelompok uang Rp 1 juta, dan 50 kartu nama.


Ketika itulah, dia merasakan betapa besarnya pengaruh pelatihan teori-teori dan praktik yang diberikan oleh pengusaha. Karena kepepet, mereka akhirnya bisa mendapatkan uang dan pulang sendiri.


“Sungguh berkesan, ketika itu saya menawarkan kepada pemilik salah satu cafe di sana untuk mencoba resep yang saya ciptakan sendiri. Saya katakan, kalau suka harus beli resep itu Rp500 ribu. Kalau tidak suka, tidak usah bayar. Sementara teman-teman ada yang jual kepandaian memotif bordir, dan lainnya. Ternyata karena kepepet kami bisa pulang dan membawa uang Rp1 juta,” katanya sambil tersenyum mengenang saat-saat itu.


Dia juga mengikuti WiraUsaha Mandiri yang dilaksanakan salah satu Bank BUMN terbesar di Indonesia. Saat itu, dia meraih juara dua tingkat regional Sumatera dan mendapatkan bimbingan hingga sekarang.


“Ketika itu, sebenarnya saya berpeluang menjadi juara satu. Namun, karena tempat usaha belum ada izin, maka kemenangan saya tertunda. Tahun ini, saya sedang benahi semua kekurangan untuk berusaha meraih kemenangan yang sempat tertunda,” ujarnya optimistis.


Yaya menjelaskan, untuk menjadi pengusaha dibutuhkan ide, action, dan keberanian. Dalam menjalankannya, dibutuhkan keberanian, keyakinan, manajemen yang baik. “Yang paling, penting itu kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas, dan kerja ikhlas,” urainya.


Sedangkan untuk promosi, Yaya memakai cara dengan sering mengikuti pertemuan, hadir di banyak acara, lalu di acara itu dia memperkenalkan diri dan usahanya juga dikenalkan.


“Jadi pengusaha itu sangat asyik, penuh tantangan. Jadi pengusaha membuat kita bebas, namun harus selalu berinovasi. Misalnya memikirkan strategi pemasaran, resep khas cafe, dan lainnya,” kata Yaya.


Saat ini, Yaya sedang memikirkan agar bisa membuka cabang kembali di pusat kota. Saat ini dia sudah menjajaki tawaran kerjasama dengan berbagai pihak di pusat kota.


Karena, menurutnya di tempat dia membuka usaha saat ini sangat tergantung pada mahasiswa. “Saat mahasiswa libur, yah omset menurun. Karena orang yang melintasi jalan ini (Pasar Baru, red) hanya mahasiswa. Kalau Sabtu-Minggu omset juga turun,” ulas Yaya.


“Saya imbau kepada semua mahasiswa, bahwa pengusaha itu adalah pekerjaan mulia dan hasilnya akan terlihat hanya dalam beberapa tahun kalau kita benar-benar bekerja dan berinovasi. Jadi buat apa jadi anak buah orang, kalau kita bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri,” imbaunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar