Jumat, 16 Maret 2012

Ada yang Mirip Tulisan Allah, Dinamakan Batu Basurek



Puluhan situs, diduga peninggalan zaman batu atau prasejarah, ditemukan warga di Kecamatan Malalak Agam. Persisnya di Bukit Tanjuang Batu, Kanagarian Malalak Timur, Kecamatan Malalak, Agam. Walau sudah lama ditemukan, namun belum ada upaya instansi terkait mengungkap lebih dalam situs ini.


Kemarin (14/3), Padang Ekspres bersama seorang warga setempat menelusuri lokasi penemuan situs sejarah yang terletak antara Jorong Limaubadak dan Jorong Saskan Malalak Timur, Kecamatan Malalak, Agam. Jarak lokasi situs dengan permukiman warga sebenarnya hanya 1 km saja. Namun, untuk mencapainya tidaklah mudah, karena harus menempuh jalan menanjak dengan kemiringan 70-80 derajat.


Beberapa warga di Jorong Saskan, menyebutkan situs peninggalan zaman batu itu sebenarnya telah lama ditemukan. Warga menyebut situs atau lokasi situs dengan “batu basurek” (batu bersurat/tulisan di atas batau). “Namun akibat telah lama dibiarkan begitu saja, akhirnya lokasi tersebut sudah dipenuhi semak belukar. Itulah sebabnya, kita agak kesulitan menemukan,” ungkap Am, salah seorang warga.


Padang Ekspres yang berusaha menemukan situs, sempat kesulitan. Mujur, berkat bantuan warga setempat yang turut menemani Padang Ekspres, lokasi batu basurek bisa ditemukan. Sejumlah peninggalan tergolong sangat mencengangkan, terhampar di lokasi tersebut.


Tak hanya satu batu basurek saja seperti disebutkan warga, melainkan puluhan peninggalan sejarah atau batu ukir lainnya. Bahkan, bila ditelusuri secara seksama, lokasi itu tak ubahnya seperti candi batu tertimbun tanah dan dedaunan.


Masih Misteri
Ukiran batu diduga peninggalan zaman batu itu beragam. Pahatan paling banyak menyerupai berbagai jenis binatang. Paling mengejutkan, beberapa ukiran tersebut ada menyerupai tulisan Allah. Uniknya lagi, di antara ukiran ada berbentuk kapal raksasa, ataupun kuali raksasa yang terbuat dari batu.


“Dulunya warga sering berkunjung ke sana. Namun, sekarang tidak ada lagi,” ungkap Katik Surun, salah seorang tokoh masyarakat yang juga merupakan salah seorang pemilik lahan di kawasan itu.


Sejauh ini, imbuh Katik, belum seorang pun mampu mengungkap misteri yang terkandung di kawasan perbukitan itu. “Tapi, hurufnya memang tidak terlalu banyak. Barangkali ukiran itu dibuat jauh sebelum orang mengenal huruf,” terangnya.


Katik menyebutkan, berdasarkan informasi yang diterimanya dari sejumlah orang tua-tua kampung, diketahui permukaan air dulunya memang tidak jauh dari kawasan penemuan batu basurek tersebut. Artinya, lokasi penemuan batu basurek itu dulunya terletak di pinggir sungai. Saat ini, airnya telah menyusut secara drastis.


Jika misteri penemuan peninggalan bersejarah itu terungkap, Katik yakin, bisa mengungkap sejarah baru terkait perjalanan peradaban manusia di Minangkabau. Katik Surun juga optimistis kawasan itu bisa dikembangkan sedemikian rupa, termasuk dimasukkan dalam kawasan cagar budaya.


Pakiah Khairi salah seorang tokoh masyarakat lainnya menyebutkan, kawasan sekitar lokasi penemuan batu basurek tersebut sudah masuk kawasan bersejarah. Bahkan, zaman Belanda kawasan itu dijadikan pusat kegiatan orang rantai.


Saat itu, kata Pakiah, orang rantai dikerahkan tentara Belanda untuk membuka jalan penghubung Pariaman Malalak hingga Bukittinggi. “Jadi, ruas jalan penghubung antara Malalak dengan Bukittinggi bukanlah ruas jalan Sicincin-Malalak. Tapi, melewati daerah batu basurek tersebut,” terangnya.


Selain peninggalan batu basurek dan ukiran batu lainnya, sekitar kawasan perbukitan itu juga pernah ditemukan batu berbentuk manusia. “Sayangnya, sekarang bagian hidungnya mulai rusak akibat kurang dirawat,” terangnya.


Dibutuhkan Penelitian
Dihubungi terpisah, arkeolog dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Prof. Herwandi berpendapat, temuan masyarakat tersebut bisa saja peninggalan zaman batu atau prasejarah. Sebab, kata Dekan FIB Unand tersebut, peninggalan purbakala juga pernah ditemukan di Matua, Agam. Artinya, tambah Herwandi, bisa saja di daerah itu dulu pernah hidup manusia prasejarah dengan segala hasil produksi budaya.
“Tapi karena temuan baru, dibutuhkan penelitian lebih lanjut memastikannya,” terangnya.


Kemungkinan lain, imbuhnya, bisa jadi ini produk budaya zaman prasejarah yang berlanjut. Sebab, situs berbentuk batu merupakan masa akhir dari zaman prasejarah atau prasejarah neolitik. Pada zaman prasejarah berlanjut tersebut, Islam sudah masuk. Seandainya ada ukiran batu menyurupai tulisan Allah, hal itu bisa saja sebagai hasil produk budaya orang-orang yang hidup pada zaman batu yang juga hidup pada zaman prasejarah yang berlanjut. “Zaman tersebut zaman yang tumpang-tindih. Maksud, saya ada keberlanjutan tradisi dari dua zaman itu. Di mana, bisa-bisa saja orangnya hidup dua zaman tersebut,” ungkap Herwandi.


Di samping itu, ada juga kemungkinan lain. Yakni, benda-benda yang ditemukan itu terjadi karena proses alam. “Tapi, ini baru sebatas asumsi sederhana saya saja. Perlu penelitian lebih jauh untuk mengungkapnya” tukas Herwandi. Namun demikian, katanya, pemerintah daerah harus segera melihat kondisi sesungguhnya ke sana dan segera berkoodinasi dengan Balai Pelestarian Purbakal Batusangkar untuk menjejaki kebenarannya. (cp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar