Jumat, 27 Januari 2012

Tenggelamnya peran Mamak di Minangkabau



"Kaluak paku
kacang balimbiang,
Tampuruang dilengang-lenggangkan.
Anak dipangku,
Kamanakan dibimbiang,
Urang kampuang dipatengangkan"

Seperti itulah pepatah adat yang mengibaratkan peranan mamak di Minangkabau. Pepatah adat Minangkabau yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi, dari mamak ke kemenakan, begitu seterusnya, sampai alam ini tutup usia.

Melalui perkembangan zaman yang serba cepat saji dan "buka-bukaan", adat Minangkabau juga menyesuaikan diri, kalau tidak, adat Minangkabau berlahan-lahan tenggelam karena tidak dipakai lagi oleh masyarakat pendukungnya.

Namun para pendukung adat Minangkabau jauh-jauh hari telah mengantisipasinya dengan memberikan pituah adat yang empat (adaik nan empek). Dari empat jenis adat Minangkabau, dua yang boleh berubah dan dua lagi tidak bisa berubah, apa pun zamannya dan bagaimana pun keadaannya.

Adat Minangkabau, menghadapi revolusi karena ada yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman (Hamka, 1946). Aturan-aturan adat yang banyak menimbulkan kemudharatan, harus diubah atau diganti dengan aturan-aturan adat yang baru. Masyarakat Minangkabau harus terbuka dengan hal-hal yang baru, namun tetap kritis dengan tidak langsung menerima mentah-mentah budaya baru yang datang tersebut.

Sebagai contoh, praktek poligami yang dilakukan laki-laki Minangkabau dahulu yang mendapat legalitas adat. Akibat poligami yang dilakukan laki-laki Minangkabau, banyak berakhir dengan perceraian.

Banyak anak Minangkabau yang ditinggalkan oleh ayahnya dan sebagian besar mereka hidup tak terurus. Anak-anak tersebut dibesarkan oleh ibu-ibu mereka (perempuan-perempuan Minangkabau) tanpa figur bapak atau ayah akibat orang tua mereka berpisah. Adat Minangkabau menerangkan bahwa anak diasuh oleh ibu bukan oleh bapak atau ayah.

Pada umumnya, laki-laki yang telah bercerai tersebut, menikah lagi. Mereka bebas memilih perempuan lain yang dinginkannya, tidak ada satu yang bisa melarang.

Laki-laki itu tidak peduli lagi dengan mantan istri dan anak-anaknya apa lagi untuk memberikan nafkah mereka. Hiduplah mereka dengan harta warisan nenek atau ibu sang istri (adat minangkabau harta diwariskan ke perempuan).

Kalau ada harta warisan, parempuan tidak perlu susah menghidupi anak-anak mereka. Tapi bagaimana kalau sang istri tersebut tidak memiliki harta warisan? Tentu hidupnya akan terlunta-lunta, kalau ada pun saudara perempuan, keadaannya tidak jauh beda, mereka tentu telah sibuk mengurus keluarganya masing-masing. Akan timbul pertanyaan, kemana saudara laki-laki atau mamak dari perempuan Minangkabau yang tak terurus dan kehilangan figur ayahnya akibat perceraian tersebut? Apakah mereka tidak memiliki mamak?

Inilah satu dari berbagai peranan mamak di Minangkabau. Mamak adalah orang yang disegani menurut adat Minangkabau. Kata-kata mamak, dituruti oleh kemenakannya, tidak boleh menyanggahnya.

Mamak yang tahu dan paham posisinya sebagai orang yang disegani dalam keluarga Minangkabau, sama derajatnya dengan penghulu dalam kaum (didahuluan salangkah, ditinggian sarantiang).

Mamak merupakan saudara laki-laki dari ibu. Secara otomatis, jumlah mamak, tergantung berapa jumlah saudara laki-laki ibu. Panggilan untuk mamak yang paling tua, biasanya dipanggil Mak Dang (mamak paling tua, besar, gadang ). Mak Ngah (saudara laki-laki ibu nomor dua besar).

Sebutan untuk mamak yang paling bungsu atau paling kecil disebut Mak Uncu (mamak paling bungsu) dan Mak Etek atau biasa juga dipanggil Metek, karena lebih mudah diucapkan. Ada juga sebutan unik untuk mamak, misalnya mamak yang tubuhnya tinggi besar disebut Mak Anjang, yang kulitnya putih (kuning langsat) disebut Mak Utiah, atau mamak yang berkulit gelap disebut Mak Itam.

Mamak memiliki peranan penting yaitu membimbing, mengajari dan bahkan membiayai kehidupan kemenakannya. Mamak membimbing kemenakanya untuk bisa hidup menghadapi dunia. Memberitahukan segala pengetahuan yang miliki untuk kemenakanya, tidak hanya hidup dalam bermasyarakat tapi juga dalam menjalani hidup berumah tangga. Mamak juga wajib mencarikan jodoh kemenakannya, baik kemenakan laki-laki maupun perempuan.

Tapi itu semua tinggal kenangan masa lalu. Sekarang anak-anak Minangkabau hidup dengan ayah mereka masing-masing. Ayah yang membesarkan mereka dengan keringatnya sendiri. Semua harta jerih payah sang ayah, dibawa untuk anak-anaknya.

Peranan mamak zaman sekarang telah mengalami penurunan. Sekarang mamak hanya sibuk mengurus anak-anaknya saja. Sangat jarang mengurus kemenakannya, karena mamak beranggapan kemenakan telah diasuh ayah mereka.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Universitas Andalas, sekitar 96, 5 persen rumah tangga Minangkabau telah dikendalikan oleh para ayah, tidak ada lagi campur tangan mamak. Penelitian tersebut dilakukan 30 tahun yang lalu. Sekarang, tidak ada lagi mamak yang mengurus kemenakan selain pada saat acara pernikahan saja.

Pengaruh Sistem Kekeluargaan Islam

Menurut Buya Hamka, Islam masuk ke pulau Sumatera bagian barat tahun 684 M (abad 7 M/ ke -2 H) dibawa oleh pedagang-pedagang keturunan Arab. Buku Sejarah Nasional Indonesia banyak menuliskan, Islam sudah ada di pulau Sumatera sekitar abad ke- 7 dan ke-8 M, seiring dengan Selat Malaka yang dilalui oleh pedagang-pedagang Islam ke negeri-negeri Asia Tenggara dan Asia timur.

Lalu secara berlahan berkembang pada abad ke-12 M dan secara pesat pada abad-13 M termasuk di Minangkabau melalui Aceh. Holt mengatakan, Islam yang masuk ke Aceh menyebar juga ke Minangkabau dari Pidi (Aceh) ke Pariaman terus ke Minangkabau asli (daerah darek). Rute inilah yang dilalui oleh ajaran Islam baru (modernis) yang dibawa oleh pengikut Abdul Wahab (Paham Wahabi) pada Abad ke-19 (Yaswirman, 2005).

Beberapa ulama fikih, menafsirkan sistem kekerabatan Islam adalah patrilinial yaitu sistem kekeluarga menurut garis keturunan bapak. Para ulama fikih tersebut mengambil kesimpulan dari Al-Qur'an dan hadis Rasullah. Hal ini juga terkait kondisi sosial masyarakat Arab tempat Islam pertama kali muncul.

Dalam ajaran Islam, bapak atau ayah yang menafkahi keluarganya. Menafkahi keluarga wajib hukumnya, mendapat pahala bila dikerjakan dan berdosa bila ditingalkan. Sesuai dengan fitrahnya, laki-laki dianugrahkan fisik yang kuat dari perempuan.

Perempuan yang mengurus urusan rumah tangga. Laki-laki atau bapak juga sebagai pemimpin dalam keluarga. Peranan mamak telah diambil alih oleh bapak. Bapak yang menentukan segala hal untuk anaknya, dari A sampai Z. Hal inilah yang menurut penulis merupakan satu faktor yang memudarkan peranan mamak di Minangkabau.

Merupakan sesuatu yang wajar bila terjadi penurunan peranan mamak dalam adat atau budaya Minangkabau. Mamak telah memiki keluarga sendiri yang butuh perhatian yang tiada duanya.

Namun sejatinya para mamak harus senantiasa menjaga silaturahmi dengan saudara perempuannya.Berkunjung ke rumah keluarga saudara perempuannya itu untuk bersilahturahmi sekaligus mengontrol kemenakannya.

Memang keluarga kita nomor satu, namun keluarga saudara-saudari kandung juga harus diperhatikan, jangan sampai kemenakan ditelantarkan, sesuai dengan sindiran adat :

"Kaluak paku
kacang balimbiang,
Anak dipangku,
Kamanakan dipalantiang".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar