Senin, 16 April 2012

Mawar Kini telah “merdeka”

TANAH DATAR – Sejak alam terkembang, baru Bupati M. Shadiq Pasadigoe yang berani berkunjung ke Jorong Mawar I dan Mawar II. Melewati jalan tanah, mendaki dan me nuruni perbukitan curam. Kini, negeri yang terjarak lembah dan perbukitan itu telah berhasil dimerdekakan dari keterisolasian.

JALAN TERBAN
“Kami benar-benar salut terhadap Bupati Tanah Datar M. Shadiq Pasadigoe. Be liaulah satu-satunya bupati yang telah sampai ke kam pung ini. Kami masih ingat, pada tahun 2008 silam, me nyaksikan beliau berjalan kaki dan naik sepeda motor menuju kampung ini dalam program safari Ramadhan di Masjid Batang Jungkang,” ujar Abu Nawar, seorang warga Jorong Mawar II, ke pada Singgalang, di ke diamannya, Selasa (13/3) lalu.
Dikatakan, ketika berce ramah di hadapan warga yang memadati masjid, Bu pati Shadiq benar-benar merasakan penderitaan war ga. Betapa takkan menderita, manalah medan jalan untuk sampai ke situ sangat sulit, tidak pula ada penerangan listrik. Acaranya berlangsung hanya dengan menggunakan penerangan lampu teplok.
Pada kesempatan itu, te rang Abu Nawar, Shadiq menyatakan komitmennya untuk memerdekakan Jorong Mawar I dan Mawar II yang nama aslinya adalah Tobaik Panjang dan Padang Lunggo. Langkah pertama yang ditem puh Pemkab Tanah Datar, tegasnya, memberi bantuan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) ukuran mini.
Di Padang Lunggo itu saja, 115 unit PLTS mini dibagikan kepada warga. Satu unit pembangkit, hanya mampu menghidupkan dua bola lampu.”Lumayanlah, masyarakat tidak lagi meng gunakan lampu teplok yang untuk mendapatkan minyak tanah lumayan susah. Di atap-atap rumah warga, ter pasang alat khusus untuk menyerap sinar matahari yang kemudian diubah men jadi arus listrik dan dapat menyalakan dua buah bola lampu di malam hari,” te rangnya.
Tidak sekadar itu. Jalan setapak yang menjadi jalur utama transportasi warga menuju dunia luar pun mulai dibuka. Diawali dengan pem bukaan jalan produksi per tanian melalui Kelompok Tani Elok Basamo. Informasi yang diperoleh, dananya mencapai Rp100 juta. Jalan berhasil dibuka telah dapat menghubungkan antara kam pung Simpang Lakuak di Kubu Bunian hingga ke Ba tang Jungkang.
Pada tahun 2009, Kodim 0307/Tanah Datar pun menja dikan kawasan ini sebagai pusat kegiatan TNI Manung gal Membangun Nagari (TM MN). Jalan sepanjang 2,8 kilometer pun berhasil diba ngun. Inilah awal dari kian terkuaknya keterisolasian negeri yang kaya dengan sumber daya hutannya itu.
Komitmen Bupati M. Sha diq Pasadigoe untuk membe baskan Mawar dari kete risolasian tak pernah pupus. Jalan raya pun berhasil diba ngun. Sejak setahun bela kangan, aspal mulus mem bentang menuju perkampung an yang ditaksir dihuni lebih dari 3.000 warga itu.
Jalan lingkar nan berliku, mendaki, menurun, menan jaki perbukitan, menuruni lembah terhampar mulus sejak dari jalan raya Sijunjung-Payakumbuh di kawas an Nagari Tapi Selo hingga ke Tanjung Bonai, melewati kampung masyarakat ber nama asli Kalo-kalo, Tobaik Panjang, Bunian, Batang Jungkang, Buangan dan Pa dang Lunggo di Nagari Lu buak Jantan, serta Pama sihan dan Tanjuang Lansek di Nagari Tanjung Bonai.
Memasuki tahun 2012, menurut warga lainnya ber nama Muchlis St. Suri, upaya memerdekakan Mawar pun terus berlanjut. Kini jaringan listrik sudah sampai ke kam pung terujung di Jorong Mawar II. Beberapa rumah warga sudah terang-ben derang. Era gelap-gulita de ngan lampu teplok pun sudah berakhir. PLTS mini pun sudah tak dipakai lagi.
“Terima kasih Bapak Bu pati Shadiq Pasadigoe yang memiliki komitmen serius untuk memberdayakan ma syarakat kami. Mawar benar-benar telah sempurna menik mati kemerdekaannya,” kata Muchlis yang juga anggota Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN) Lubuk Jantan mewakili masyarakat Mawar I dan Mawar II.
Mawar I dan Mawar II merupakan daerah terakhir di Nagari Lubuk Jantan yang berhasil dibebaskan dari keterisolasian. Batang Si namar yang dahulu seakan mengurung mereka di per kampungan dalam belantara dan perkebunan karet, kini sudah terhubung ke dunia luar dengan sebuah jembatan yang megah dan kokoh. Jem batan gantung yang puing-puingnya masih memben tang di sungai itu, menjadi saksi sejarah pahitnya hidup warga yang terkurung keme laratan akibat tak adanya akses transportasi. (211)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar