Sabtu, 28 Juli 2012

DESA SAPTA MARGA SEMAKIN NELANGSA

TANAH DATAR – Sapta Marga adalah nama sebuah desa, warisan program transmigrasi Angkatan Darat (transad) di zaman pemerintahan Presiden Soeharto. Letaknya tidak terlalu terpencil, hanya sekitar tiga kilometer dari jalan provinsi Lintau-Paya kumbuh. Setelah berusia lebih dari dua puluh tahun, desa itu kini malah semakin nelangsa. DIKERUBUNGI SEMAK Saat Singgalang berkunjung ke kawasan yang berada di wilayah Nagari Tanjuang Bonai, Kecamatan Lintau Buo Utara itu, Selasa (24/7), sejumlah warga yang ditemui kompak menyatakan, permasalahan utama Sapta Marga adalah perlunya pembangunan kembali infrastruktur jalan yang kini sudah tidak berbentuk lagi. “Saya lahir dan besar di sini. Saya jadi saksi hidup saat sejumlah pensiunan tentara ditempatkan ke sini. Mereka bukan orang sembarangan. Pangkatnya tinggi-tinggi ketika belum pensiun. Waktu itu, mereka dibangunkan rumah, disediakan lahan untuk bertani, dan jalan menuju kawasan itu diaspal,” ujar Jasril, 62, warga Kampung Cubadak Pantai, Jorong Sapta Marga. Dikatakan, beberapa tahun setelah program pemukiman kembali para pensiunan itu, jalan yang dibangun pun mulai hancur. Warga jadi kewalahan untuk merajut komunikasi ke dunia luar. Sedikit demi sedikit, aspal kipang itu mulai mengelupas. Batu-batu pecah yang dilapisi aspal tipis pun menyembul. Kendaraan bermotor sulit dikendarai melewati jalan tersebut. Kini, tegasnya, batu-batu yang disusun untuk pembuat an jalan itu sudah berlepasan. Aspal yang menjadi perekatnya sudah tak ada lagi. Dalam kondisi demikian, tutur Jasril, bukanlah perkara mudah untuk dilewati. “Saya kasihan melihat anak-anak pergi sekolah yang setiap hari harus melewati yang rusak seperti itu. Jumlah mereka puluhan. Ada yang mengendarai sepeda motor, ada juga yang menumpang mobil bak terbuka. Di kawasan pemukiman Sapta Marga tidak ada SD, apalagi SMP dan SMA. Anak-anak itu harus bersekolah di luar,” terangnya. Seorang warga Sapta Mar ga asal Jawa menyebut, sebagian penghuni memang sudah mulai frustasi dengan keadaan di tempat mereka bermukim. Selain karena faktor infrastruktur jalan yang demikian memprihatin kan, jenis usaha yang dikembangkan pun hampir tidak ada yang menjadi. “Ada juga warga yang meninggalkan rumah dan lahan yang telah disediakan. Mereka mencari usaha lain, ada yang pergi ke kota, ada juga yang memilih membangun kehidupan baru di kampung halaman atau kampung istrinya. Lahan yang disediakan pemerintah, tak bisa digarap karena kami tidak dibekali dengan jenis komoditas yang tepat serta tidak ditunjukkan pula cara mengolahnya,” aku dia. Fakta di lapangan memang menunjukkan hal demikian. Sejumlah rumah milik warga transad itu sudah merimba. Nampaknya, memang, sudah lama ditinggalkan pemilik. Kendati demikian, bagi yang betah dan mau bekerja keras, ada juga beberapa di antara mereka yang telah berhasil mempercantik rumah mereka. Usaha mereka mulai menggeliat, terutama di sektor peternakan sapi. Walinagari Tanjung Bonai, Utama Johar, mengakui, untuk mengatasi persoalan yang membeliti warga di Sapta Marga yang kini sedang nelangsa itu, bukanlah pekerjaan mudah.”Butuh komitmen dari semua instansi terkait, baik di pusat maupun provinsi dan kabupaten. Kalau hanya dengan mengerahkan masyarakat bergotong royong, seberapalah daya kami membenahi inftrastruktur yang sudah demikian parah itu,” katanya. Ditegaskan, sesuai dengan potensi alam yang dipunyai, kawasan Sapta Marga hanya cocok untuk peternakan sapi perah, sapi pedaging, perkebunan murbei, dan perkebunan jeruk madu. Potensi seperti itu, ucapnya, terkesan tidak dibaca oleh instansi yang pemerintah yang berwenang dengan jeli. Kencenderungan yang kita lihat, kata Utama, program yang diusung ke daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Limapuluh Kota itu hanya program asket alias kerjaan yang asal lengket saja. Kalau saya mengistilahkan, katanya, berjalan tak sampai ke batas. Desa Sapta Marga, setelah kembali ke pemerintahan nagari, berada di wilayah Jorong Tanjuang Modang. Guna memperpendek akses layanan terhadap warga, jorong itu pun dimekarkan. Kini, Sapta Marga secara de facto sudah menjadi jorong yang berdiri sendiri, namun secara de jure, masih me nunggu pengesahan dari lembaga berkompeten. Di Sapta Marga, sedikitnya ter catat 266 jiwa penduduk yang terhimpun dalam 65 kepala keluarga. (211)

1 komentar: