Kamis, 28 Juni 2012
PETANI PANEN 7 KALI
BATUSANGKAR, HALUAN — Kelompok Tani (Keltan) Balerong Jorong Balai Batu, Nagari Limo Kaum Kecamatan Limo Kaum, Tanah Datar melakukan panen kedua sistem padi “salibu” mencapai 7,2 ton/hektare.
“Padi ‘’salibu’’ merupakan sebutan petani di Sumbar terhadap tunas padi yang tumbuh setelah dilakukan panen,” kata Ketua Keltan Balerong, Syafri Ibrahim usai panen kedua di nagari itu, Selasa (26/6).
Ia mengatakan, hasil ubinan panen kedua padi “salibu” ini cukup memuaskan mencapai 7,2 ton/hektare. Sedangkan hasil padi sistem konvensional hanya sekitar 6,4 ton/hektar. “Panen kedua ini meningkat bila dibandingkan panen pertama sekitar 6,8 ton/hektare dan panen awal setelah tanam sekitar 6,2 ton/hektare,” kata dia.
Ia menyebutkan, keunggulan menanam padi “salibu” adalah panen bisa tujuh kali dalam sekali tanam dan tahan kekeringan karena akarnya yang berasal dari tunas unggul kuat terbenam ke tanah sehingga lebih mudah menjangkau sumber air.
Kemudian, tambah dia, cara ini lebih efisien karena hanya sekali melakukan pengolahan tanah, pengadaan benih, penyemaian, penanaman, dan umur panen lebih singkat dibanding tanam padi biasa.
Kepala Dinas Pertanian Tanah Datar Edi Arman mengatakan, pemerintah daerah sangat mendukung penerapan teknologi baru yang mampu meningkatkan produksi padi seperti tanam padi “salibu” ini.
Ia mengajak semua petani di daerah itu untuk menerapkan sistem tanam padi “salibu” ini karena telah terbukti hasilnya lebih menguntungkan. “Mudah-mudahan panen kedua ini dapat menjadi contoh petani di kelompok lain untuk segera beralih menanam padi ‘’salibu’’,” katanya.
Di sisi lain, kata dia, dalam mengantisipasi kelangkaan pupuk buatan pabrik yang terjadi akhir-akhir ini, hendaknya petani dapat membuat pupuk buatan sendiri atau pupuk organik yang bahannya ada di sekitar lingkungannya.
Dia mencontohkan pemakaian pupuk yang berasal dari jerami padi. Biasanya petani selesai panen, jeraminya dibakar bahkan sekarang dijual kepada pihak lain.
“Sementara jerami padi dapat dimanfaatkan untuk dibuat pupuk organik kompos yang kandungan unsur haranya hampir sama dengan pupuk buatan pabrik,” kata dia. Dia menyebutkan, jerami padi sebagai sumber bahan organik hendaknya dikembalikan ke sawah. Kebiasaan petani saat ini masih banyak yang membakar jerami yang dapat merusak lingkungan dan bahkan ada yang menjualnya ke luar daerah.
Jerami padi tersebut dapat memperbaiki kesuburan tanah. Untuk itu diperlukan perubahan perilaku petani seperti memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di lingkungan sekitar petani. Pada acara panen kedua padi “salibu” ini juga disaksikan Kepala BPPT Sukarami Solok Hardiyanto, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumbar diwakili Murni Kurni¬awati, Kepala UPTD Pertanian Limo Kaum Arizal, Wali Nagari Meriyaldi, Koordinator Penyuluh Yohanes, dan puluhan anggota Keltan Balerong.
Edi Arman mengatakan, pola tanam dengan sistem salibu ini mendapat respons positif dari Pemkab Tanah Datar, selain petani bisa menghemat biaya pengolahan tanah sebelum turun ke sawah, ternyata panen tanpa bibit baru bisa dilakukan berulang-ulang selama tujuh kali. (h/emz/ydv/*)
Baca Selengkapnya..
Jumat, 22 Juni 2012
Bupati Tanah Datar Terbaik..

Selasa, 19 Juni 2012
Jejak Raja Pagaruyung di Sulawesi

Minggu, 17 Juni 2012
Jepang Bangun Pusat TI Tanahdatar

Jumat, 15 Juni 2012
Menjual ‘Pusako Tinggi’ Hukumnya Haram

TTC DAN TANAH DATAR MELANJUTKAN KERJASAMA PENGEMBANGAN IT

Senin, 11 Juni 2012
TANAH DATAR AKAN PUNYA HOTEL BERBINTANG, KOTO BARU CONDOTEL AKAN DIBANGUN DI KOTO BARU X KOTO

Kamis, 07 Juni 2012
PEJABAT TANAH DATAR HAMILI JANDA

Senin, 04 Juni 2012
Meriam Usia 222 Tahun di Batusangkar

Ulat Bulu Serang Tanahdatar
Batusangkar
, Padek—Lama tak terdengar, kini ulat bulu malah menjalar Tanahdatar. Ulat bulu itu menyerah perkebunanan mas¬yarakat Jorong Kototuo, Nagari Salimpaung. Sampai saat ini sudah sekitar 1,5 ha tanaman perkebunanan dise¬rang. Sekitar 5,5 ha lagi terancam diserang.
Camat Salimpaung Riswandi menyebutkan, ulat bulu diketahui men¬yerang lahan warga sekitar 5 hari lalu di Jorong Kototuo. Tanaman petani yang dise¬rang itu pada umumnya cas¬sia¬-vera, al¬pokat dan cokelat. Daun ta¬na¬man habis dimakan ulat. Diper¬kirakan tanaman cokelat yang diserangnya men¬capai 320 batang.
Ulat bulu yang menyerang berwarna merah. Ukurannya sekitar 3,5 cm. Darahnya juga ter-sebut berwarna merah. Berbeda dengan warna darah ulat pada umumnya yang hijau.¬ Sebelum terja¬dinya serangan itu, terlihat pu¬luhan ribu kupu-kupu migran warna kuning. Ukuran rentang sayap 5 cm dan hinggap di lokasi perkebunan masyarakat.
“Kita melakukan pengen¬da¬lian bersama dengan masyarakat dengan melakukan pen¬yem¬pro¬tan dengan insektida Jenis Best-ox 50 EC.
Jenis ulat itu sudah kita ambil sampelnya dan sudah di¬kirim ke Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hor¬tikul¬tura Sumbar di Padang,” ujar Edi. (*)
Baca Selengkapnya..

Langganan:
Postingan (Atom)